Beranda / Berita / Aceh / Eks Kombatan GAM Dukung Kalangan Militer Jadi PJ Gubernur Aceh

Eks Kombatan GAM Dukung Kalangan Militer Jadi PJ Gubernur Aceh

Kamis, 26 Mei 2022 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

Tangkapan layar mantan Kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Syardani M. Syarif atau yang akrab disapa Teungku Jamaica. [Foto: Alfi Nora/Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Mantan Kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Syardani M. Syarif atau yang akrab disapa Teungku Jamaica menyatakan siap mendukung kalangan TNI-Polri sebagai Penjabat (PJ) Gubernur Aceh. 

“Saya lebih cenderung mendukung dari kalangan militer atau TNI-Polri. Menurut saya TNI itu dia paham teritorial, netralitas, integritas itu pasti, kemudian dari sisi keamanan juga sudah pasti,” jelasnya dalam diskusi publik Balee Seumike The Aceh Institute, Kamis (26/5/2022). 

Dengan lantang ia mengatakan, mendukung Mayjen TNI Achmad Marzuki yaitu mantan Panglima Kodam Iskandar Muda (IM). 

Menurutnya, Achmad Marzuki adalah figur yang sangat tepat untuk menduduki posisi PJ Gubernur Aceh. Tgk Jamaica terkesan dengan perilaku sang militer yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi. 

“Saya juga terkesan dengan beliau yang takut akan mati dan takut dengan Tuhan. Itu satu syarat sudah cukup, ketika orang ingat mati dan dan takut sama Tuhan, itu saya pikir sudah selesai,” terangnya. 

Masa kepemimpinan PJ Gubernur akan berakhir pada 2024. Jika yang ditempatkan kalangan sipil, maka ia punya banyak kepentingan terutama kepentingan partai. 

“Ketika PJ Gubernur di belakangnya itu ada kepentingan parpol, otomatis dia tidak bisa netral. Jadi kalau militer atau TNI ini netral,” tegasnya. 

Ia juga menyampaikan, pelaksanaan Pemilu dan Pilkada demokratis di 2024, harus ada jaminan netralitas dan sikap tegas. 

“Makanya terkadang ada SKPA yang tidak bekerja, itu karena gubernurnya tidak tegas. Tetapi kalau militer yang jadi pemimpin SKPA akan patuh semua, pasti tidak ada yang berani bantah,” terangnya. 

Alasan lainnya kenapa ia menolak kalangan sipil, karena jika sipil memimpin akan terjadi polarisasi di masyarakat, tingkat pemilihan Keuchik saja terjadi polarisasi. 

“Misalnya ditunjuk dari alumni IPDN, dari kalangan IPDN merasa ini teman kita, jadi mereka merasa memiliki, yang di luar itu seolah-olah tidak boleh akses ke PJ gubernur, apalagi nanti ada didukung oleh partai,” pungkasnya. 

Dengan lantang ia mengatakan, seorang PJ itu harus netral, tidak boleh ada keberpihakan, harus bisa berkomunikasi secara netral dengan semua pihak, itu sangat penting. [NOR]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda