Beranda / Berita / Aceh / UU TPKS dan Qanun Jinayah, Azharul Husna: Lex Specialis Derogat Legi Generali

UU TPKS dan Qanun Jinayah, Azharul Husna: Lex Specialis Derogat Legi Generali

Rabu, 20 April 2022 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur

Divisi Advokasi dan Kampanye KontraS Aceh, Azharul Husna. [Foto: Istimewa]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - UU TPKS yang kini menjadi sebuah perhatian khusus bagi masyarakat terhadap penanganan kasus kekerasan seksual.

Divisi Advokasi dan Kampanye KontraS Aceh, Azharul Husna mengucapkan selamat terhadap pengesahan RUU TPKS.

“Ini merupakan sebuah perjuangan yang panjang sampai akhirnya UU TPKS ini disahkan,” ucapnya kepada Dialeksis.com, Rabu (20/4/2022).

Dirinya mengatakan, RUU TPKS merupakan sebuah terobosan terhadap kasus kekerasan seksual, terutama juga sebagai shield atau perlindungan bagi korban kekerasan seksual itu sendiri.

“Karena selama ini kita tidak punya sebuah payung hukum terhadap perlindungan korban kekerasan seksual,” sebutnya.

Ada hal yang harus dipahami terhadap UU TPKS, Azharul Husna yang akrab disapa Nana ini menjelaskan, soal kekerasan seksual ada tindak pidananya. Kemudian juga kepastian atau restitusi atau ganti rugi, dan kepastian pemenuhan terhadap hak korban dari pelayan, perlindungan, pemulihan dan hal itu juga berlaku terhadap saksi, keluarga korban dan korban.

“Kemudian, juga ada elemen pencegahan dan pemulihan, sehingga sangat komprehensif. Dalam UU TPKS ada 9 tindak pidana yang diatur, bahkan pengaturan kekerasan seksual terhadap non-fisik, dan lainnya,” sebutnya.

Menurutnya, UU TPKS ini tentu juga akan berlaku di Aceh. “Aceh itu termasuk bagian daripada Indonesia, sehingga Aceh juga tunduk dan patuh terhadap UU yang ada,” tukasnya.

Seharusnya, UU TPKS ini bisa terlaksana di Aceh. Nana menjelaskan, bahwa ada klausul hukum ‘Lex specialis derogat legi generali‘ hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis)’.

“Nah UU TPKS ini sudah mengatur khusus kasus kekerasan seksual, dan seharusnya dipakai sebagai akta hukum yang diimplementasikan dalam kasus kekerasan seksual,” ujarnya.

Lantas bagaimana dengan Qanun Jinayah, Nana mengatakan ini menjadi sebuah dilematis, karena dalam Qanun Jinayah itu juga mengatur tentang kekerasan seksual.

“Bahkan di Pasal 72 jika ada Jarimah maka mengesampingkan hukum-hukum yang lain, dan ini menjadi sebuah kekacauan atau adanya sebuah Pasal sakti. Sementara secara aturan hukum bahwa Lex specialis derogat legi generali, ” jelasnya.

Nana mengatakan jika UU TPKS ini bisa diterapkan secara keseluruhan di Aceh maka ini semakin baik.

“Karena dalam UU TPKS itu sudah mengatur semua terhadap penanganan kasus kekerasan Seksual, bahkan sampai penanganan, perlindungan terhadap Korban,” pungkasnya. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda